Tulisan

Senin, 05 Oktober 2015

Menanamkan Karakter Penuh Cinta kepada Anak


Dalam benak Anda mungkin terucap ini, “apa pentingnya karakter penuh cinta?”
Menurut saya penting.
Nilai-nilai cinta dan kasih sayang dalam diri seorang manusia akan membentuk sikap peduli, simpati, dan empati yang penting dalam sebuah hubungan sosial. Maka bagi saya hal ini menjadi penting, terutama bagi anak-anak. Mereka dapat tumbuh dengan kecerdasan emosional. Bukankah itu juga penting selain kecerdasan intelektual?
Baiklah.
Siapa pun kita, yang sudah menjadi orang tua atau belum, pasti sudah tau cara apa yang ampuh dalam menanamkan nilai-nilai kepada seorang anak bukan? Yap, menyontohkan.
Dalam tulisan ini, saya bukan mau menggurui. Saya hanya ingin berbagi pengalaman sebagai seorang kakak, belum sebagai seorang ibu.
Siapa pun posisi kita dalam sebuah keluarga, sebagai ayah, ibu, kakak, tante, om, pakde, bude, akan menjadi panutan bagi anak-anak yang masih dalam proses perkembangan.
Keluarga inti kami memiliki seorang anak yang masih tumbuh dan berkembang, tapi sedikit sekali nilai-nilai cinta yang ditanamkan. Ayah dan ibu saya memang bukan orang yang romantis. Mereka juga bukan orang tua yang kolot, hanya saja dalam membentuk karakter anak-anaknya saya merasa lebih di titik beratkan kepada nilai-nilai etika dan kesantunan dalam bersikap, berperilaku, dan berbicara.
Jarang sekali saya melihat ayah dan ibu mengucapakan kalimat atau sikap menyayangi satu sama lain di hadapan kami sebagai anaknya. Tidak ada kalimat “sayang”, tidak ada “pelukan” atau “kecupan kening” setiap pagi sebelum kami beraktivitas, hanya cium tangan biasa. Bahkan bertukar kado pun hanya memberikan biasa tanpa ada kalimat sebagai ungkapan yang menggambarkan kasih sayang dari pemberian kado tersebut. Mmmm… saya memaklumi. Mungkin mereka merasa malu dan tidak patut melakukan hal tersebut dihadapan anak-anaknya terutama saya yang beranjak dewasa. Saya tidak bisa memaksa beliau.
Akhirnya saya ambil alih. Saya yang memulai memberikan pelukan, panggilan sayang, selalu menggunakan “maaf” jika salah atau setelah marah, “tolong” saat meminta bantuan, dan “terimakasih” saat diberikan sesuatu atau ditolong, dan berusaha untuk tetap lembut saat memarahi adik saya. Semua yang saya lakukan membuahkan hasil, adik saya melakukan hal yang sama kepada ayah, ibu, dan saya tapi hanya bertahan beberapa bulan. Setelah itu, adik saya selalu mengatakan hal ini:
“nanti saya jadi manja” dan menolak saat saya mau memeluknya.
“iih saya bukan anak kecil” saat saya memanggilnya dengan panggilan“sayang”.
“halaaah” saat saya mengucapkan maaf, tolong, terimakasih, dan memarahinnya dengan lembut.
Ternyata saya kalah, satu banding dua (ayah dan ibu).
Beberapa hari lalu, adik saya minta menginap di rumah sepupu kami yang telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak laki-laki yang masih berusia 9 tahun dan 5 tahun. Mereka adalah keluarga dekat kami. Saya sangat mengenal mereka, bagaimana, dan nilai-nilai apa yang diterapkan mereka kepada anak-anaknya. Saya sarankan kepada ayah dan ibu agar adik saya menginap sendiri di sana, cukup diantar. Biarkan dia belajar di sana dengan melihat bagaimana mereka mendidik anak-anaknya. Biarkan dia menyontoh.
Akhirnya menginaplah dia selama 2 hari 1 malam.
Pada hari ke-2, saya menjemputnya. Dia minta dijemput menggunakan kereta, minta pergi ke stasiun bogor hanya untuk makan soto bogor, dan minta naik kereta turun di stasiun jakarta kota. Lebih tepatnya dia memaksa bukan meminta. Itu sudah biasa, saya memahaminya. Tapi ada satu hal yang membuat saya W-O-W selama perjalanan. Seperti kita tau, anak-anak mudah sekali meniru bukan?
Adik saya meniru satu hal dari sana, nilai cinta dan kepedulian.
Saat kami berjalan menuju stasiun, saya berhenti di sebuah warung untuk membeli minum. Adik saya membuka kulkas mengambil susu kotak dan tiba-tiba menawarkan “kamu mau beli apa?” dan mengambilkannya untuk saya, meskipun saya juga yang membayarnya. (catatan: sejak usia 5 tahun dia tidak mau memanggil saya dengan sebutan “kakak”, dan sering menggunakan kata ganti “saya” dan “kamu”).
Saat kami ke stasiun bogor dan makan di sebuah warung soto, saya meminta pertolongannya untuk mengambilkan minum dan dia mau melakukannya, sebelumnya dia sulit diminta pertolongan.
Dan terakhir, saat kami sudah sampai rumah, dia melakukan hal yang membuat saya lebih W-O-W. Adik saya menemui ibu yang sudah tidur, sekilas sambil lewat saya melihat dia naik ke tempat tidur, merangkul ibu saya dan dari kejauhan saya mendengar ini, “Mama, Mama, aku minta maaf. Aku sayang Mama. Mama, aku minta maaf ya. Mama, aku sayang Mama. Aku sayang Mama, Ma”.
Ini membuat saya melting lebih dari apa pun.
Daaan…
Sadarkah kita akan suatu hal? Betapa pentingnya kita sebagai orang dewasa menjadi contoh bagi anggota keluarga yang masih tergolong anak-anak yang tumbuh dan berkembang.

Hai ayah dan ibu…
Hai kakak-kakak…
Hai om dan tante…
Hai pakde dan bude…
Kita pernah menjadi seorang anak bukan? Bukankah sangat nyaman ketika kita dipeluk dan diperlakukan dengan penuh cinta oleh keluarga?
Tidak ada yang salah dalam menunjukkan cinta
Jangan pernah malu menjadi orang dewasa yang penuh cinta

Tunjukkanlah dan berikanlah cinta kepada mereka, adik-adik kecil kita yang sedang tumbuh dan berkembang

Kehormatan Seorang Wanita



Beberapa hari dalam bulan September 2015 saya bersama rekan-rekan profesi gizi sedang bertugas mengambil data rumah tangga di beberapa wilayah jakarta.
Tugas kami adalah meminta jawaban dari pertanyaan yang kami ajukan menggunakan kuesioner. Sebelum kami mulai turun lapangan, saya mencoba memahami kembali isi kuesioner tersebut. Tertulis dengan huruf besar di setiap bagian kelompok pertanyaan sebagai target dalam pengambilan sampel yaitu BALITA, REMAJA PUTRI, IBU HAMIL, dan IBU NIFAS. Saya ulangi tulisan kapital tersebut beberapa kali, dan saya baru menyadari “3 dari 4 target sampel adalah wanita”. Begitu pedulinya negara ini dengan wanita. Menunjukkan begitu pentingnya kondisi wanita dalam sebuah siklus kehidupan.
Dalam catatan ini saya bukan mau membahas soal wanita dan gizi atau kesehatan wanita atau bahkan wanita dan perubahan bangsa. Bukan. Saya tidak akan membahas sampai sejauh itu.
Dalam catatan ini saya tidak berniat menggurui, sok baik, sok bijak, sok dewasa, atau apalah apalah namanya itu. Sungguh, saya hanya ingin berbagi sedikit kisah, hasil diskusi, pemikiran, dan kesadaran yang cukup meremukkan hati saya sebagai seorang wanita. Ini tentang kehormatan. Ini tentang kepedulian. Ini tentang penghargaan. Kehormatan, kepedulian, dan penghargaan terhadap wanita. Khususnya wanita-wanita muda yang masih menata kehidupan. Wanita-wanita muda yang berniat memperbaiki diri. Wanita-wanita muda yang masih seusia saya, dibawah usia saya, atau beberapa tahun diatas usia saya yang belum menikah.
Mohon sebentar saja baca ini. Mungkin bagi Anda apa yang saya tulis dalam catatan ini tidak penting, tapi ini bisa menjadi penting sebagai pengingat bagi wanita-wanita disekitar Anda yang jiwanya masih tumbuh dengan lembutnya kebaikan agar mereka tetap berada dalam kehidupan sebaik hatinya.

FENOMENA KEHORMATAN WANITA
Dari sederet rumah yang kami datangi, ada sederet kisah yang kami dapati, cukup meremukkan hati. Sangat miris ketika saya mendengar pernyataan tentang seorang wanita sebagai young single parent karena “hamil di luar nikah” atau “status pernikahan sirih” atau ada pula yang tidak mau menjelaskannya. Namun bagian dari anggota keluarga mereka menganggap hal itu seperti hal yang amat biasa di era kehidupan modern ini. Padahal “si korban” mengalami keterpurukan psikis yang cukup memilkukan menurut saya. Terjadi perubahan emosi yang berefek pada tingkah laku mereka.
Sejenak timbul pertanyaan dalam benak saya, “Yaa Tuhan, manusia mana yang bisa melindungi kehormatan dan menghargai wanita? Sudah berkurang kah manusia yang menyadari dan menganggap hal itu penting? Bahkan orang terdekat pun bisa menganggap hilangnya kehormatan wanita itu menjadi hal biasa. Atau bahkan dirinya seorang wanita itu sendiri yang menganggapnya biasa?” Faktanya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 62,7% remaja tidak perawan (sumber: tribunnews.com).
SPEECH…..LESS!!!!!
Apakah nilai dan aturan agama sudah menjadi tidak penting?
Apakah khidupan yang “modern” ini sudah menutup mata dan hati manusia?
Kalau begitu, apa yang membedakan manusia dan hewan?

Saya benar-benar baru tau dan menyadari, dari sederet pengalaman banyak orang yang saya lihat, kasus tersebut secara tidak sadar mampu mengobrak-abrik psikis mereka (kedua pihak) yang melakukan terutama wanita. Dan itu berdampak buruk bagi aspek kehidupannya, apalagi mengingat wanita menjadi bagian penting dalam perkembangan calon-calon anak bangsa.

Please, saya mohon dengan sangat.
Siapa pun Anda yang memiliki wanita sebagai keluarga, sahabat, teman, atau kekasih, bantulah kami menjaga kehormatan. Jadilah pagar untuk kami. Jadilah alarm bagi kami. Jadilah penunjuk jalan kami ke arah kebaikan, Jadilah tongkat kami untuk tetap bisa berdiri tegak dalam keistiqomahan memperbaiki dan memantaskan diri.
Teruntuk laki-laki yang saat ini sedang berkekasih dengan seorang wanita. Bagi Anda yang memang sungguh-sungguh mau menjadikan wanita yang Anda miliki saat ini sebagai ibu dari anak-anak Anda kelak, jaga dan rawtlah dia saat ini dengan segala cara di jalan kebaikan. Bantulah dia menjaga kehormatannya, bantulah dia memperbaiki dirinya, bantulah dia memantaskan pribadinya. Bukankah Anda mendambakan wanita baik dan terhormat sebagai ibu dari anak-anak Anda kelak? Jangan sampai malah Anda sendiri yang merendahkan kehormatannya.

WANITA IBARAT KELAS SEBUAH MOBIL
Menjaga dan merawat seorang wanita muda yang masih tumbuh dalam kepolosan, kebaikan, dan kelembutan hatinya sama seperti merawat sebuah mobil mewah yang berkelas.
Kemarin sore dalam kemacetan jakarta di depan motor yang Saya kendarai berjejer mobil dengan berbagai merk, jenis dan model. Ada salah satu model mobil dengan merk dan jenis kelas atas diantara mereka dan saya sangat berhati-hati sekali untuk melewatinya dalam ruang jalan yang sempit disampingnya. Khawatir menggores badan mobil itu. Karena kau tau apa yang terjadi kalau Saya menyerempetnya? Bisa habis saya dimaki-maki oleh pemilik mobil itu. Entah mengapa seketika itu yang terlintas dalam pikiran saya “kedudukan mobil mewah berkelas itu bagi pemiliknya sama seperti kedudukan wanita”. Jika keluarga, sahabat, teman, dan kekasih dari seorang wanita yang sangat menghargai dan memposisikannya sebagai makhluk Tuhan yang dimuliakan dan berkelas maka seharusnya mereka akan dengan senang hati menjaga dan merawat sang wanita dengan penuh penghormatan.

KU MOHON DENGARKAN INI SEJENAK
Teruntuk wanita muda yang single atau berkekasih dan sedang memperbaiki serta memantaskan diri. Saya pun sama seperti Anda. Belum memiliki banyak pengalaman pribadi, tapi baru saja saya bertemu dan berdiskusi dengan sahabat perempuan saya yang lebih dulu memiliki pengalaman dan ilmu soal kehormatan wanita. Ini pesan beliau yang begitu indah, “siapa lagi yang memahami kita kalau bukan diri kita? Siapa lagi yang benar-benar melindungi kita kalau bukan diri kita? Siapa lagi yang bisa menjaga kehormatan kita kalau bukan diri kita? Sedekat-dekatnya kerabat atau seseorang dengan kita, hanya kita yang tau bagaimana caranya dan mampu menjaga diri sendiri. Ujian yang akan kita lewati sangat besar. Terutama sebagai manusia yang memang secara alamiah membawa nafsu sejak lahir. Tapi diri kita begitu berharga. Ingat betapa besar perlindungan Tuhan untuk kita selama ini. Ingat seberapa besar juga perjuangan ayah dan ibu menjaga kita. Ingat impian kita yang masih harus diwujudkan. Jangan sampai ada orang lain yang belum terikat secara sah dengan kita menghancurkan harga diri dan kehormatan kita.”
BOOOOOOOM!!!!!!
Percaya atau tidak, saat mendengar itu, seketika itu hati saya langsung meledak dan pecah. Saya langsung jatuh ke dalam pelukkannya, air mata meluap dan membanjir, saya tidak mampu berkata apa pun dan hanya mengangguk-angguk dalam tangannya yang merangkul saya begitu erat.
Bukan apa-apa, saat itu Saya mulai merasa khawatir. Menjadi anak muda khususnya sebagai wanita ternyata tidak mudah. Di depan sana banyak ranjau yang akan ditemui dan harus memiliki kekuatan berdiri dalam jalur kebenaran dan kebaikan. Pertanyaan besarnya, APAKAH SAYA MAMPU?
Cukup lama Saya menjawab pertanyaan itu mengingat sebagai manusia biasa yang entah kapan dan bagaimana bentuk khilafannya. Saya tidak mau berkata mampu tapi the real-nya saya kalah, tetapi saya juga tidak mau mengatakan tidak mampu dan menyerah begitu saja.
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Akhirnya Saya memilih memutuskan suatu hal, MEWAJIBKAN diri Saya mampu istiqomah. Saat itu lah saya membuat dan mencari alarm untuk saya bawa kemana pun, dimana pun, kapan pu, dan saat bersama siapa pun.

Wanita muda terkasih, jika saat ini ada diantara kita yang sedang tumbuh bersama keluarga, sahabat, teman-teman, dan kekasih. Perhatikanlah, seperti apa mereka memperlakukan dan menjaga kita maka akan terlihat sebesar apa penghormatan mereka terhadap kita. Jika memang benar mereka menjaga dan menghormati kita, jangan biarkan mereka pergi karena mereka bisa membantu kita menjadi alarm untuk tetap istiqomah. Jika kenyataannya mereka tidak menjaga dan menghormati kita, maka itu keputusan Anda dan mungkin kita akan berbeda mengambil keputusan..

Kecewa


Temanku bilang “kita kecewa karena harapan yang terlalu tinggi”. Dan banyak quotes sekarang yang mengatakan “Sebenarnya kamu tidak kecewa dengan orang lain, kamu hanya kecewa dengan harapan yang kamu bangun sendiri tentang sesuatu”. Pada intinya, kita kecewa karena harapan, bahkan yang lebih parah adalah harapan sendiri. Diri sendiri.
Lalu pertanyaannya, apakah kita salah berharap? Menurutku tidak ada yang salah dengan harapan. Bukankah harapan adalah doa?
Bukan tentang harapannya yang salah tapi dimana kita meletakkan harapan itu. Saat bertemu orang lain atau menemukan suatu barang atau berada dalam situasi tertentu biasanya kita memiliki ekpektasi terhadapnya dan menimbulkan harapan. Tapi ternyata ekspektasi kita salah sehingga harapan itu tidak terwujud. Saat itu terjadi,, dimana kita meletakkan harapan sebelumnya? Kita meletakannya pada orang lain, pada barang, pada situasi yang kita hadapi saat itu. Wajar kalau kita sering merasa kecewa.
Saat orang lain tidak memenuhi harapan kita, apa yang bisa mereka lakukan? Hanya berkata “maaf” dan janji “besok ga akan kaya gitu lagi deh”. Saat sebuah barang juga tidak bisa berguna sesuai dengan harapan kita, apa yang bisa mereka lakukan? Hanya diam. Tentu. Mereka tidak bisa berbicara, sayang. Mereka hanya sebuah barang, benda mati. Dan terakhir, jika kita dalam situasi tertentu dan ternyata di sana juga tidak memberikan hasil sesuai harapan, apa yang terjadi? Penyesalan. Semua itu menimbulkan satu kata, K-E-C-E-W-A.
Lalu dimana kita harus meletakkan harapan itu? Yap, benar. Kita letakkan harapan di dalam hati dengan ditemani doa dan titipkan pada Tuhan.

Dan ternyataaaa…. Jika yang kita dapatkan memenuhi harapan, maka itulah bukti kekuasaan dan kasih sayang Tuhan kepada kita. Tapi, jika yang kita dapatkan tidak memenuhi harapan, yakinlah bahwa Tuhan tau harapan itu tidak baik untuk kita. Tunggulah sebentar. Sabar. Tuhan akan memberikan yang lebih baik dari harapan itu. Percayalah. Yaa meskipun memang tidak sesegara mungkin. Lalu kita juga kecewa? Yasudah tidak apa-apa. Tapi ingat, Dia memiliki obat penyembuh luka untuk kekecewaan kita, sayang. Sedangkan meraka (orang lain, barang, dan situasi dimana kita berada) tidak memiliki obatnya.

Ikhlas




Saat hati diuji untuk berlapang dada dan ikhlas dalam tingkat dewa, mungkin ini bisa menjadi obat:
Semua adalah milik Tuhan, jika harus kembali pasti atas izin pemiliknya dan kepada pemiliknya, mereka aman disana, mugkin lebih baik.
Semua yang kita dapatkan belum tentu semua milik kita. Mungkin Tuhan menitipkan untuk orang lain juga, ingat selalu ada hak orang lain dalam hal yang kita miliki. Atau mungkin Tuhan sedang melatih kita dari apa-apa yang Dia berikan kemudian Dia ambil.
Jangan pernah memaksa untuk memiliki apa yang bukan ditakdirkan sebagai milik kita.
Jangan terus menggenggamnya, hanya akan membuat genggaman itu semakin erat sehingga tidak ada celah bahkan ruang sehingga apa yang seharusnya menjadi milikmu, tidak memilliki tempat.
Bukalah genggaman itu, ikhlaskan, lepaskanlah, biarkanlah pergi kepada pemilik aslinya yang telah ditentukan Tuhan. Sehingga apa yang seharusnya kau miliki bisa menempati ruangnya. Mungkin tak seindah yang kau lepaskan tapi percayalah setidaknya itu yang akan membuatmu lebih baik dan kemudian memiliki yang lebih indah.

Jodoh Adalah Cermin

Dalam perkara mencari pasangan hidup. Kita seringkali memiliki kriteria tertentu dari A sampai Z. Tapi pernahkah kita melihat ke dalam apakah kita juga sudah memenuhi criteria A sampai Z tersebut? Semua orang yang hidup disekitar kita adalah cermin. Sahabat, teman-teman, kekasih, bahkan pasangan hidup. Kau tahu sifat cermin bukan? Mereka selalu menampakkan hal yang sama.
Saya menyadari hal ini saat kawan saya mengatakan “dimana ya dapat jodoh yang bisa diajak seru-seruan bareng, menerima gue apa adanya, soleh”. Selintas saya langsung teringat cermin.
Tidak memungkiri setiap orang berharap mendapat jodoh yang tampan atau cantik tapi apakah selama ini kita juga telah berusaha merias diri? Bukankah mereka juga sama seperti kita yang ingin mendapat pasangan tampan atau cantik.
Kita selalu berharap memiliki pasangan yang bisa memahami dan peka tapi apakah selama ini kita telah belajar untuk peka dan memahami orang lain? Jangan hanya menuntut sebelah pihak. Karena mereka juga membutuhkan kepekaan dan dipahami oleh kita.
Kita selalu berharap memiliki pasangan yang mau menerima kita apa adanya tapi apakah selama ini kita juga telah belajar untuk bisa menerima kekurangan orang lain? Atau malah selalu cepat memberi penilaian buruk dan membenci orang lain atas kesalahannya atau ketidaksempurnaannya?
Pikirkan sejenak.
Laki-laki dan perempuan memang memiliki karakter yang berbeda namun pada dasarnya sebagai manusia kita memiliki ekpektasi dan kebutuhan yang sama. Saat kita menginginkan pasangan tampil cantik atau tampan sesungguhnya mereka juga menginginkan kita bisa tampil cantik dan tampan. Saat kita membutuhkan pasangan yang memahami kita sesungguhnya mereka pun juga pasti berharap kita bisa memahami mereka. Saat kita membutuhkan pasangan yang mau menerima kita apa adanya maka percayalah sesungguhnya mereka pun juga ingin kita menerima mereka apa adanya.
Jadi ini bukan hanya tentang “aku” atau “kamu” saja tapi tentang “kita”.
Bukankah sudah ada dalilnya bahwa “wanita yang baik untuk laki-laki baik dan sebaliknya?” atau saya pernah dengar “bisa saja wanita yang baik dengan laki-laki yang tidak baik atau sebaliknya tapi manakah yang lebih kuat yang akan menentukan, sama-sama mnejadi baik atau sama-sama menjadi tidak baik”. Dua hal itu menggambarkan arti sebuah cermin, akan menampakkan hal yang sama dengan diri kita saat bercermin.

Bersyukur


Kalau kita mau menjadi wanita paling cantik akan selalu ada wanita yang lebih cantik.
Kalau mau menjadi lelaki paling tampan akan selalu ada lelaki yang lebih tampan.
Kalau mau menjadi paling kaya akan selalu ada orang lebih kaya.
Kalau mau menjadi paling pintar akan selalu ada yang lebih pintar.
Bahkan saat kita mau menjadi orang paling baik pun pasti selalu ada saja yang lebih baik.
Akan selalu ada langit diatas langit.
Seperti jalan tak berujung jika hanya mau menjadi semua itu.
Tapi saat kita mau menjadi orang yang bersyukur saya rasa tidak ada perbandingannya. Karena setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan yang tidak bisa dibandingkan satu dengan yang lain.
Kita bersyukur atas apa yang kita miliki dan orang lain bersyukur atas apa yang mereka miliki, jadi kita selalu dalam keadaan sejajar. Tidak ada konsep yang bertingkat dalam syukur.


Persamaan atau Perbedaan yang Menyatukan?

Apa yang sebenarnya bisa menyatukan kita dengan orang-orang terkasih saat ini?Persamaan atau perbedaan? Buatku yang bisa menyatukan kita dengan orang terkasih adalah persamaan. Contoh kecilnya dengan teman-teman kita saat ini. Ingatkah kita saat awal bertemu dengan mereka? Semakin hari semakin lama timbul hubungan lebih dekat, sampai akhirnya kalian berteman akrab karena sering membicarakan sebuah persamaan bukan? Film yang sama-sama kalian suka, makanan yang sama, olahraga yang sama, buku yang sama, idola yang sama, atau hobi kalian yang sama. Oh atau mungkin saat masa-masa pencarian jodoh, pasti kalian mencari yang memiliki prinsip/visi yang sama bukan? Atau setidaknya disamakan.

Hey atau mungkin saya salah besar ya. Kalian tetap bisa bersama teman dan orang terkasih saat ini dengan hobi yang berbeda kok, kesukaan film, makanan, olahraga, buku, dan idola kalian berbeda, atau bahkan prinsip hidup yang berbeda. Tapi kenapa yaa. Meskipun banyak perbedaan diantara kalian yang bersifat materi dan fisik itu, aku selalu melihat satu persamaan. Pasti kalian sama-sama bisa dan mau menghargai perbedaan diantara kalian.